(sambungan)
*
Syahdan, di kampung Tanah Putih tinggallah sepasang suami isteri keturunan Tionghoa; si suami bemama Cu Mi lei alias Cu Sang, si isteri bernanla Hoa Sui Cu alias Halimah. Kedua orang suami isteri yang berasal dari Bagansiapi-api, dengan penampilan lebih totok daripada kebanyakan keturunan, memang sudah dikenal oleh suami saya di Pekan Baru dulu. Cu Sang dan isterinya biasa berdagang di Bagansiapi-api, dan sekali-kali menyelundup ke Singapura.
Letnan Sumihar Siagian memberi tahu Cu Sang agar menemui Kapten D.I. Pandjaitan di Sidinginan. Cu Sang tiba di Sidinginan beserta isterinya.
Suami saya menjelaskan tugasnya sebagai pimpinan P3 PDRI, dan meminta Cu Sangagar membantu perjuangan gerilya yang dilakukan demi kemerdekaan, ketenteraman dan kesejahteraan di semua bagian tanah air Indonesia. Guna mendukung perjuangan itu diperlukan senjata.
Cu Sang menyatakan sanggup membantu. Suami saya memberikan contoh candu sedikit agar ditawarkan oleh Cu Sang di Singapura. Jika senjata yang diperlukan, yaitu senjata buatan Inggris dan pelurunya serta pesawat pemancar radio sudah tiba di Sidinginan, maka candu sebanyak 50 kilogram akan diserahkan. Candu masih banyak terdapat di pedalaman, sehingga barter dengan perlengkapan perang dapat dilakukan lagi nanti. Cu Sang dan isterinya kagum melihat candu sebanyak itu, lalu ia menyatakan sanggup membantu perjuangan bangsa Indonesia, dan sanggup pula menempuh bahaya sebagai penyelundup ke Singapura bOlak-bahk. Dengan membawa sedikit contoh candu keduanya kembali ke Bagansiapi-api.
Beberapa hari kemudian tibalah di Sidinginan Cu Sang beserta isterinya dan beberapa orang yang biasa menyelundupkan dagangan ke Singapura. Mereka itu adalah kerabatnya. Mereka pun membawa beberapa pucuk senapan mesin Brenn Gun dan Lee Enfield, peluru, dan tiga perangkat pesawatpemancar radio bekas milik tentara lnggris. Setelah terjadi pertukaran antara senjata dan candu, berangkatlah kerabat Cu Sang ke Singapura. Cu Sang dan Sui Cu diminta tinggal di Sidinginan untuk diperkenalkan dengan Mr. Zainal Zinur. Tak sampai tiga hari kemudian, Mr. Zainal Zinur, Zulkifli dan Chaidir Rilla tiba, lalu diperkenalkan dengan sepasang penyelundup itu. Dengan disaksikan oleh pemimpin dan staf P3 PDRI Cu Sang dan isterinya menyatakan siap berkorban demi perjuangan Republik Indonesia. Demikian juga sanak kerabatnya di Bagansiapi-api dan Singapura dijamin bersedia membela bangsa dan Republik Indonesia.
Kerabat Cu Sang pun tiba dari Singapura Iagi dengan membawa senjata, peluru dan pesawat pemancar radio. Candu pun tiba dari 95 Pintu Padang. Demikianlah berkali-kali terjadi pemasukan senjata untuk TNI berkat usaha P3 PDRI. Selain candu juga dipertukarkan hasil bumi.
Dalam pada itu suami saya telah mengatur cara penerimaan dan distribusi perbekalan di gudang transit Lubuk Bendahara. Letnan Sukana dengan beberapa orang pembantu ditunjuk sebagai pimpinan perwakilan P3 PDRI, merangkap sebagai pimpinan Suplai KDMRU.
Agar supaya pelaksanaan tugas itu tidak tumpang-tindih, ditetapkan pembagian tugas sebagai berikut: pertama, barangharus diterima oleh kepaia gudang, G.G. Simamora, dan begitu ada kiriman dari Rantau Kopar harus segera dilaporkan kepada Letnan Sukana; kedua, jika di Lubuk Bendahara tidak ada barang, G.G. Simamora dapat mengambil barang langsung ke Rantau Kopar, dengan pengawalan anak buah Letnan Jasman; ketiga, pengeluaran barang harus disertai nota dari pos komando pimpinan P3 PDRI yang ditujukan kepada kepala gudang, dan tembusannya dipegang oleh Letnan Sukana - yang bertanggung jawab atas keamanan gudang.
Selain itu suami saya membuatketentuan tentang pembagiansenjata dan alat perang lainnya, sebagai berikut:
Pertama, sebelum dilakukan pembagian senjata dan amunisi serta alat perang Iainnya untukjajaran KomandoTIS, Kapten D.l. Pandjaitan terlebih dahulu meminta petunjuk dari Panglima Komando TTS, dan hila tidak ada di tempat dapat diminta dari Kepala Staf.
Kedua, setelah ada keputusan, satuan-satuan Komando TTS diperintahkan mengambil senjata itu ke Lubuk Bendahara.
Ketiga, penyerahan senjata langsung dari Kapten D.l. Pandjaitan di suatu tempat, yang berpindah-pindah, demi keamanan. Pasukan pengawal KDMRU harus menjaga keamanannya.
Dalam hubungan ini, penyerahan pertama dari gudang yang berupa pesawat-pesawat pemancar radio dapat dibagi-bagikari kepada satuan-satuan tempur di daerah Tapanuli dan Sumatera Barat Untuk daerah Riau langsung diserahkan kepada Komandankomandan KDMRU dan KDMRS. Dengan berhasilnya pembagian pembagian pesawat-pesawat pemancar ini hubungan antara para komandan tempur dan atasan menjadi Iancar.
Rupanya Belanda pun akhimya mencium penyelundupan senjata yang dilakukan Cu Sang. Suatu hari kapal patroli Belanda mencegat perahu motor Cu Sang di dekat Pulau Palang. Karena perahu motor Cu Sang memang cepat larinya, dan tahu liku-liku serta paluh-paluh di wilayah perairan itu sehingga dapat bersembunyi, patroli Belanda pun kehilangan jejak. Tetapi Cu Sang berhari-hari terpaksa bersembunyi di antara pulau-pulau kecil.
Karena Cu Sang belum tiba kembali di Sidinginan sesuai dengan hari yang ditentukan, pimpinan P3 PDRI khawatir juga. Lagi pula karena Sidinginan mungkin akan diintai oleh kapal patroli musuh, suami saya mengambil keputusan untuk memindahkan pos komando di Sidinginan ke Rantau Kopar. Oi sana, gudang peninggalan Jepang akan digunakan.
Setelah pos komando P3 PDRI dipindahkan dari Sidinginan ke Rantau Kopar, Wakil Gubernur Militer Riau Utara. Mayor Akil Prawiradiredja datang berkunjung. Ia disertai Staf Operasi Letnan P. Hutapea dan Staf Intel Letnan Cik Mat, sekalian melakukan inspeksi terhadap pasukan-pasukan tempur di kantong-kantong gerilya serta pemerintahan militer di sepanjang Sungai Rokan. Di Rantau Kopar Mayor Akil dipertemukan menginap di gudang P3 PDRI bersama suamisaya. Esok paginya Mayor Akil dengan suami-isteri penyelundup Cu Sang dan Sui Cu. Semua rencana dan pelaksanaan pemasukan suplai dari Singapura dibicarakan. Selanjutnya dalam pembicaraan berdua saja antara Mayor Akil dan Kapten Pandjaitan dibicarakan penyaluran senjata, amunisi, pemancar radio dan keperluan gerilya lainnya ke daerah pedalaman.
Hari berikutnya CuSang dipanggillagi karena ada barang lain yang diperlukan untuk dibeli dari Singapura, yaitu mercon atau petasan. Bunyi letusan mercon yang konon mirip tembakan senapan atau senapan mesin ringan itu hendak digunakan untuk mengacau pasukan Belanda yang berkubu di dalam kota. Dengan cara demikian penggunaan pelurudapat dihemat CuSangpun menyatakansanggup untuk membelinya di Singapura.
Dalam serangan dan pengacauan yang dilakukan oleh pasukan kita terhadap tangsi Belanda di tengah kota Pekanbaru, mercon-mercon yang diledakkan dan disertai rentetan letupan dari berbagaj arah membuat serdadu-serdadu Belanda tidak berani keluar dari tangsi. Saat itu juga pasukan kita menembaki pos polisi, sehingga menimbulkan korban di pihak musuh. Cara semacam itu juga digunakan untuk menyerang tangsi Belanda di Bangkinang.
Suatu siang perahu motor Cu Sang tiba, tetapi hanya barang dagangan berupa pakaian yang dibawa, sedangkan senjata yang dibawa dari Singapura sudah dibuang ke dalam laut. ltulah satu-satunya upaya untuk menyelamatkan diri karena saat itu hanya tinggal sedikit sekali kemungkinan untuk terlepas dari kejaran kapal Belanda.
Berbagai siasat dikaji untuk melanjutkan penyelundupan barang dan pemasukan senjata dari Singapura. Atas petunjuk P3 PDRI, Sui Cu alias Halimah berangkat ke Bagansiapi-api untuk menemui Wedana di sana. Wedana yang bekerja sdma dengan Belanda ini sebenamya orang Republik yangsengaja diperintahkan oleh Letnan Kolonel Hassan Basri, agar dapat memata-matai gerak-gerik pasukan Belanda. lsteri Cu Sang berhasil bertemu dengan Wedana Bagansiapi-api, B. Hutagalung, dan memperoleh penjelasan tentang gerakan patroli laut Belanda. Dengan mengetahui jadwal dan jalur patroli laut Belanda.
Isteri Cu Sang berhasil melanjutkan penyelundupannya, yaitu memasukkan senjata dari Singapura ke Rantau Kopar melalui Pulau Halang. Terbukti penyelundupan itu selanjutnya berjalan lancar.
Adapun pengangkutan candu dari pedalamandan Rokan ke Rantau Kopar juga tidak kurang sulitnya, lagi pula harus dilakukan secara rahasia. Camat Militer Rokan, Kamarul Zaman, memimpin pengangkutan itu dengan sampan. Suatu kali pemah diangkutnya 150 kilogram candu. Di suatu kelokan dengan olakan air yang berpusar, sampan terbalik. Namun candu sebanyak itu dapat diangkat lagi setelah para pengawal terjun dan menyelam ke dalam air sungai.
Tiba di Rantau Kopar candu sebanyak itu diserahkan kepada pimpinan P3 PDRI, serta melaporkan kejadian yang dialami sampan pengangkutnya. Kamarul Zaman meminta kepada suami saya agar menimbang kembalicandu itu untuk membuktikan bahwa tidak sedikit pun candu itu hilang. Memang setelah ditimbang, tak sedikit pun yang tercecer. Setelah mengucapkan terima kasih, suami saya berkata dalam bahasa Batak: "Naoto ma ho." Maksudnya "Bodoh juga engkau ini." Kamarul Zaman tertawa tersipu, karena paham bahasa Batak. Didaerah Rokan orang-orang selain menggunakan bahasa Melayu dan Minangkabau juga memakai bahasa Batak Mandailing. Semua yang ada di situ tertawa-tawa.
Kamarul Zaman ikut serta lagi dalam pengangkutan candu berikutnya. Kali ini sampan yang membawa 100 kilogram candu tiba di Rantau Kopar dengan selamat.
Adapun pengangkutan barang-barang perbekalan dari Sidinginan atau Rantau Kopar ke Ujung Batu disertai pengawalan oleh pasukan Letnan Jasman dari KDMRU, karena pemah terjadi gangguan dari pasukan liardi sepanjangSungai Rokan. Gangguan ini diduga berasal dari Tapanuli Selatan dan Sumatera Timur bagian selatan. Beberapa orang pengganggu dapat ditangkap dan dilucuti.
*
Dalam menjalankan tugas perjuangan dan tanggung jawab sebagai pimpinan P3 PDRl, suami saya tidak melupakan keluarga. Dalam perjuangan gerilya itu ia ingin mengetahuikeadaan saya bersama anakanak dan adik-adik.
Diutusnya Letnan Pieter Simorangkir agar menjenguk keluarga di Sibolga. Keberangkatannya disertai Kopral Domitian Pandjaitan menuju Rao dulu, lalu dengan berjalan kaki menuju Sibolga yang telah diduduki Belanda. Keduanya berhasil tiba di sana, dan atas bantuan anggota Sektor IV Sub Teritorial VII dapat menyusup pada malam hari. Berhasillah kedua orangitu menemui saya sekeluarga dan ayah saya. Kami salingmenceritakan keadaan masing-masing. Pesan dari suami saya disampaikan, dan saya pun menyampaikan pesan. Saya dengar dari Domitian Pandjaitan,. bahwa suami saya khawatir kalau kalau saya dan anak-anak dicegat oleh pasukan liar di Sipirok atau Angkola. Pasukan yang dikenal dengan sebutan Harimau Liar ini sering mencegat pengungsi, merampok dan membunuh pula. .
Malam itu juga kedua utusan suami saya kembah menuju Riau. Saya merasa lega bahwa suami saya nantiakan mendengar dari tangan pertama tentang keselamatan kami sekeluarga. Setiap hari, bahkan boleh dikatakan setiap saat, saya selalu berdoa bagi keselamatannya.
Saya dapat membayangkan betapa senanghatinya setelah mengetahui saya dan anak-anak berada di rumah ayah saya. Tentu ia akan lebih bersemangat dah menggunakan seluruh kemampuannya untuk menjalankan tugas negara.
*
Pada suatu hari penduduk Bagansiapi-api menemukan banyak selebaran. Bunyinya:
"Barang siapa yangdapat menangkap Kapten D.I. Pandjaitan, hidup atau mati, bagi mereka yang menyerahkannya akan diberikan hadiah S$ 10.000 (sepuluh ribu Straits Dollars).
Selebaran itu dibawa oleh pedagang-pedagang yang mudik dari Bagansiapi-api dan diserahkan kepada suami saya di Rantau Kopar. Juga salah seorang kerabat Sersan Mayor Bungsu yang datang dari Bagansiapi-api memberikan selebaran seperti itu.
Dalam pada itu hubungan P3 PDRI dengan Wedana Bagansiapiapi B. Hutagalung, melalui perantaraan Cu Sang dan isterinya, semakin lancar. Dengan demikian rencana gerakan pasukan Belanda dapat diketahui lebih dulu oleh suami saya.
Menurut berita terakhir yang disampaikan Wedana Hutagalung melalui isteri Cu Sang, tentara Belanda telah mengadakan persiapan untuk menyerang pangkalan P3 PDRI di Rantau Kopar, bahkan telah mendatangkan bala bantuan ke Bagansiapi-api, juga beberapa kapal patroli dan perahu pendarat.
Berdasarkan berita itu suami saya mengadakan rapat dengan stafnya. Keputusan yang diambil: pertama, pos komando Rantau Kopar dikosongkan, semua anggota dan barangpindah ke Lubuk Bendahara; kedua, gudang segera dibakar agar nanti tidak digunakan oleh Belanda sebagai pos penjagaan.
Semua anggota naik ke atas perahu bermotor. Barang-barang termasuk kain-kain yang baru masuk ke dalam gudang diambil dan dipunggah ke dalam sampan besar, selanjutnya oleh penjaga gudang, Nurmin, diungsikan melalui anak sungai ke kampung-kampung di pedalaman. Gudang yang telah kosong segera dibakar.
Memang benar berita yang diterima dari Wedana Hutagalung, dan benar pula keputusan yang diambil oleh suami saya untuk nengevakuasikan pos komando dan membakar gudang, karena esok paginya tiba-tiba datang empat kapal patroli Belanda. Mula-mula dua kapal patroli menembak-nembak ke arah gudang yang sudah ludes, kemudian sebuah kapal melalui Rantau Kopar menuju hulu. Selanjutnya dua buah perahu pendarat merapat ke tepi, dan nendaratlah serdadu-serdadu Belanda. Mereka menemukan Rantau Kopar yang sudah kosong dan gudang yang sudah hangus.
Dalam usaha meloloskan diri dari kejaran serdadu Belanda, suami aya dan teman-temannya masuk ke dalam hutan. Karena kecapaian nereka tertidur. Dalam tidur itu suami saya bermimpi: neneknya yang udah lama wafat datang menghampiri dan berkata, "Hei, kenapa engkau tidur! Lekas bangun, Belanda mau datang ke sini!"
Suami saya terjaga, lalu mengajak teman-temannya segera pergi. benar juga, beberapa saat kemudian sekawanan serdadu Belanda latang mengejar. Dua orang prajurit kita yang tinggal, bersembunyi di balik batang pohon besar yang tumbang. Selagi bertiarap, jantung mereka berdenyut keras, karena dari balik batang pohon itu tampak sepatu serdadu-serdadu musuh yang melangkah tak jauh dari tempat persembunyian. Untung, serdadu-serdadu Belanda itu seperti buta. begitu musuh lewat, kedua prajurit kita lari pontang-panting menyusul komandannya.
*
Di Lubuk Bendahara suami saya mengadakan rapat konsolidasi, dan memutuskan untuk memindahkan jalur pengangkutan perbekalan ari Jalur ke Jalur 11, yaitu melalui Sungai Kampar Kiri, menuju hilir dan membuat ancer-ancer pos komando di Lipat Kain, termasuk daerah DMRS, RiauSeiatan. Jalur penyelundupan ke Singapura juga berubah, yaitu dari Lipat Kain menuju Pelalawan, Penyalai, Tanjung Batu, dan Singapura.
Untuk melancarkan keputusan itu, berangkatlah CuSang, isterinya, dan Sumihar Siagian berjalan menuju Rokan membawa sisa candu terakhir sebanyak 30 kilogram. Selanjutnya ke Sibaling, Batu Besurat, Muara Mahat, Tanjung Belit, dan melalui hutan rimba menuju Kutu di Riau Selatan, akhimya ke Lipat Kain. Kota kecil ini pemah diserang Belanda dari arah Tratak Buluh, namun tidak mendudukinya. Begitu mengetahui dari laporan penduduk setempat bahwa Lipat Kain sangat rawan, mereka berhenti di desa Langgam yang terletak di tepi sungai. Kemudian mendengar lagi dari penduduk bahwa Pelalawan sudah diduduki Belanda.
Demi terlaksananya tugas, atas permintaan sendiri isteri Cu Sang berangkat menuju Pelalawan membawa candu, meskipun hanya sebagian dari 30 kilogram semula. la naik sampan, dan di Pelalawan bergabung bersama pedagang-pedagang menuju Penyalai dengan menumpang perahu bermotor. la baru tiba di Tanjung Batu malam hari.
Malam itu Belanda tiba-tiba saja mengadakan penggeledahan di Tanjung Batu. Ny. Cu Sang terpaksa duduk merunduk di bawah rumpun pisang sepanjang ma!am. Setelah subuh barulah ia berani keluar dari persembunyian dan menuju ke arah deretan pertokoan di dalam kota. Sebuah dapur di belakang toko-toko itu kebetulan sudah terbuka pintunya. Ny. Cu Sangmendekat, dan dengan berbahasa Tionghoa ia minta perlindungan. Pemilik toko mau menerimanya dan menyembunyikannya. Bahkan pemilik toko itu mengusahakan keberangkatan Ny. Cu Sang ke Singapura dengan membekali suratsurat yang diperlukan.
lsteri Cu Sang yang pemberani itu tiba di Singapura dengan membawa candu dagangannya. la pun berhasil kembali ke Lipat Kain dengan membawa barang-barang, namun tidak dapat membawa senjata. Kepulangannya tidak melalui Pelalawan, tetapi malahan menembus blokade Belanda, yaitu melaluiRantau Kopar, lalu menuju Lubuk Bendahara.
klik ke dftar isi
*
Syahdan, di kampung Tanah Putih tinggallah sepasang suami isteri keturunan Tionghoa; si suami bemama Cu Mi lei alias Cu Sang, si isteri bernanla Hoa Sui Cu alias Halimah. Kedua orang suami isteri yang berasal dari Bagansiapi-api, dengan penampilan lebih totok daripada kebanyakan keturunan, memang sudah dikenal oleh suami saya di Pekan Baru dulu. Cu Sang dan isterinya biasa berdagang di Bagansiapi-api, dan sekali-kali menyelundup ke Singapura.
Letnan Sumihar Siagian memberi tahu Cu Sang agar menemui Kapten D.I. Pandjaitan di Sidinginan. Cu Sang tiba di Sidinginan beserta isterinya.
Suami saya menjelaskan tugasnya sebagai pimpinan P3 PDRI, dan meminta Cu Sangagar membantu perjuangan gerilya yang dilakukan demi kemerdekaan, ketenteraman dan kesejahteraan di semua bagian tanah air Indonesia. Guna mendukung perjuangan itu diperlukan senjata.
Cu Sang menyatakan sanggup membantu. Suami saya memberikan contoh candu sedikit agar ditawarkan oleh Cu Sang di Singapura. Jika senjata yang diperlukan, yaitu senjata buatan Inggris dan pelurunya serta pesawat pemancar radio sudah tiba di Sidinginan, maka candu sebanyak 50 kilogram akan diserahkan. Candu masih banyak terdapat di pedalaman, sehingga barter dengan perlengkapan perang dapat dilakukan lagi nanti. Cu Sang dan isterinya kagum melihat candu sebanyak itu, lalu ia menyatakan sanggup membantu perjuangan bangsa Indonesia, dan sanggup pula menempuh bahaya sebagai penyelundup ke Singapura bOlak-bahk. Dengan membawa sedikit contoh candu keduanya kembali ke Bagansiapi-api.
Beberapa hari kemudian tibalah di Sidinginan Cu Sang beserta isterinya dan beberapa orang yang biasa menyelundupkan dagangan ke Singapura. Mereka itu adalah kerabatnya. Mereka pun membawa beberapa pucuk senapan mesin Brenn Gun dan Lee Enfield, peluru, dan tiga perangkat pesawatpemancar radio bekas milik tentara lnggris. Setelah terjadi pertukaran antara senjata dan candu, berangkatlah kerabat Cu Sang ke Singapura. Cu Sang dan Sui Cu diminta tinggal di Sidinginan untuk diperkenalkan dengan Mr. Zainal Zinur. Tak sampai tiga hari kemudian, Mr. Zainal Zinur, Zulkifli dan Chaidir Rilla tiba, lalu diperkenalkan dengan sepasang penyelundup itu. Dengan disaksikan oleh pemimpin dan staf P3 PDRI Cu Sang dan isterinya menyatakan siap berkorban demi perjuangan Republik Indonesia. Demikian juga sanak kerabatnya di Bagansiapi-api dan Singapura dijamin bersedia membela bangsa dan Republik Indonesia.
Kerabat Cu Sang pun tiba dari Singapura Iagi dengan membawa senjata, peluru dan pesawat pemancar radio. Candu pun tiba dari 95 Pintu Padang. Demikianlah berkali-kali terjadi pemasukan senjata untuk TNI berkat usaha P3 PDRI. Selain candu juga dipertukarkan hasil bumi.
Dalam pada itu suami saya telah mengatur cara penerimaan dan distribusi perbekalan di gudang transit Lubuk Bendahara. Letnan Sukana dengan beberapa orang pembantu ditunjuk sebagai pimpinan perwakilan P3 PDRI, merangkap sebagai pimpinan Suplai KDMRU.
Agar supaya pelaksanaan tugas itu tidak tumpang-tindih, ditetapkan pembagian tugas sebagai berikut: pertama, barangharus diterima oleh kepaia gudang, G.G. Simamora, dan begitu ada kiriman dari Rantau Kopar harus segera dilaporkan kepada Letnan Sukana; kedua, jika di Lubuk Bendahara tidak ada barang, G.G. Simamora dapat mengambil barang langsung ke Rantau Kopar, dengan pengawalan anak buah Letnan Jasman; ketiga, pengeluaran barang harus disertai nota dari pos komando pimpinan P3 PDRI yang ditujukan kepada kepala gudang, dan tembusannya dipegang oleh Letnan Sukana - yang bertanggung jawab atas keamanan gudang.
Selain itu suami saya membuatketentuan tentang pembagiansenjata dan alat perang lainnya, sebagai berikut:
Pertama, sebelum dilakukan pembagian senjata dan amunisi serta alat perang Iainnya untukjajaran KomandoTIS, Kapten D.l. Pandjaitan terlebih dahulu meminta petunjuk dari Panglima Komando TTS, dan hila tidak ada di tempat dapat diminta dari Kepala Staf.
Kedua, setelah ada keputusan, satuan-satuan Komando TTS diperintahkan mengambil senjata itu ke Lubuk Bendahara.
Ketiga, penyerahan senjata langsung dari Kapten D.l. Pandjaitan di suatu tempat, yang berpindah-pindah, demi keamanan. Pasukan pengawal KDMRU harus menjaga keamanannya.
Dalam hubungan ini, penyerahan pertama dari gudang yang berupa pesawat-pesawat pemancar radio dapat dibagi-bagikari kepada satuan-satuan tempur di daerah Tapanuli dan Sumatera Barat Untuk daerah Riau langsung diserahkan kepada Komandankomandan KDMRU dan KDMRS. Dengan berhasilnya pembagian pembagian pesawat-pesawat pemancar ini hubungan antara para komandan tempur dan atasan menjadi Iancar.
Rupanya Belanda pun akhimya mencium penyelundupan senjata yang dilakukan Cu Sang. Suatu hari kapal patroli Belanda mencegat perahu motor Cu Sang di dekat Pulau Palang. Karena perahu motor Cu Sang memang cepat larinya, dan tahu liku-liku serta paluh-paluh di wilayah perairan itu sehingga dapat bersembunyi, patroli Belanda pun kehilangan jejak. Tetapi Cu Sang berhari-hari terpaksa bersembunyi di antara pulau-pulau kecil.
Karena Cu Sang belum tiba kembali di Sidinginan sesuai dengan hari yang ditentukan, pimpinan P3 PDRI khawatir juga. Lagi pula karena Sidinginan mungkin akan diintai oleh kapal patroli musuh, suami saya mengambil keputusan untuk memindahkan pos komando di Sidinginan ke Rantau Kopar. Oi sana, gudang peninggalan Jepang akan digunakan.
Setelah pos komando P3 PDRI dipindahkan dari Sidinginan ke Rantau Kopar, Wakil Gubernur Militer Riau Utara. Mayor Akil Prawiradiredja datang berkunjung. Ia disertai Staf Operasi Letnan P. Hutapea dan Staf Intel Letnan Cik Mat, sekalian melakukan inspeksi terhadap pasukan-pasukan tempur di kantong-kantong gerilya serta pemerintahan militer di sepanjang Sungai Rokan. Di Rantau Kopar Mayor Akil dipertemukan menginap di gudang P3 PDRI bersama suamisaya. Esok paginya Mayor Akil dengan suami-isteri penyelundup Cu Sang dan Sui Cu. Semua rencana dan pelaksanaan pemasukan suplai dari Singapura dibicarakan. Selanjutnya dalam pembicaraan berdua saja antara Mayor Akil dan Kapten Pandjaitan dibicarakan penyaluran senjata, amunisi, pemancar radio dan keperluan gerilya lainnya ke daerah pedalaman.
Hari berikutnya CuSang dipanggillagi karena ada barang lain yang diperlukan untuk dibeli dari Singapura, yaitu mercon atau petasan. Bunyi letusan mercon yang konon mirip tembakan senapan atau senapan mesin ringan itu hendak digunakan untuk mengacau pasukan Belanda yang berkubu di dalam kota. Dengan cara demikian penggunaan pelurudapat dihemat CuSangpun menyatakansanggup untuk membelinya di Singapura.
Dalam serangan dan pengacauan yang dilakukan oleh pasukan kita terhadap tangsi Belanda di tengah kota Pekanbaru, mercon-mercon yang diledakkan dan disertai rentetan letupan dari berbagaj arah membuat serdadu-serdadu Belanda tidak berani keluar dari tangsi. Saat itu juga pasukan kita menembaki pos polisi, sehingga menimbulkan korban di pihak musuh. Cara semacam itu juga digunakan untuk menyerang tangsi Belanda di Bangkinang.
Suatu siang perahu motor Cu Sang tiba, tetapi hanya barang dagangan berupa pakaian yang dibawa, sedangkan senjata yang dibawa dari Singapura sudah dibuang ke dalam laut. ltulah satu-satunya upaya untuk menyelamatkan diri karena saat itu hanya tinggal sedikit sekali kemungkinan untuk terlepas dari kejaran kapal Belanda.
Berbagai siasat dikaji untuk melanjutkan penyelundupan barang dan pemasukan senjata dari Singapura. Atas petunjuk P3 PDRI, Sui Cu alias Halimah berangkat ke Bagansiapi-api untuk menemui Wedana di sana. Wedana yang bekerja sdma dengan Belanda ini sebenamya orang Republik yangsengaja diperintahkan oleh Letnan Kolonel Hassan Basri, agar dapat memata-matai gerak-gerik pasukan Belanda. lsteri Cu Sang berhasil bertemu dengan Wedana Bagansiapi-api, B. Hutagalung, dan memperoleh penjelasan tentang gerakan patroli laut Belanda. Dengan mengetahui jadwal dan jalur patroli laut Belanda.
Isteri Cu Sang berhasil melanjutkan penyelundupannya, yaitu memasukkan senjata dari Singapura ke Rantau Kopar melalui Pulau Halang. Terbukti penyelundupan itu selanjutnya berjalan lancar.
Adapun pengangkutan candu dari pedalamandan Rokan ke Rantau Kopar juga tidak kurang sulitnya, lagi pula harus dilakukan secara rahasia. Camat Militer Rokan, Kamarul Zaman, memimpin pengangkutan itu dengan sampan. Suatu kali pemah diangkutnya 150 kilogram candu. Di suatu kelokan dengan olakan air yang berpusar, sampan terbalik. Namun candu sebanyak itu dapat diangkat lagi setelah para pengawal terjun dan menyelam ke dalam air sungai.
Tiba di Rantau Kopar candu sebanyak itu diserahkan kepada pimpinan P3 PDRI, serta melaporkan kejadian yang dialami sampan pengangkutnya. Kamarul Zaman meminta kepada suami saya agar menimbang kembalicandu itu untuk membuktikan bahwa tidak sedikit pun candu itu hilang. Memang setelah ditimbang, tak sedikit pun yang tercecer. Setelah mengucapkan terima kasih, suami saya berkata dalam bahasa Batak: "Naoto ma ho." Maksudnya "Bodoh juga engkau ini." Kamarul Zaman tertawa tersipu, karena paham bahasa Batak. Didaerah Rokan orang-orang selain menggunakan bahasa Melayu dan Minangkabau juga memakai bahasa Batak Mandailing. Semua yang ada di situ tertawa-tawa.
Kamarul Zaman ikut serta lagi dalam pengangkutan candu berikutnya. Kali ini sampan yang membawa 100 kilogram candu tiba di Rantau Kopar dengan selamat.
Adapun pengangkutan barang-barang perbekalan dari Sidinginan atau Rantau Kopar ke Ujung Batu disertai pengawalan oleh pasukan Letnan Jasman dari KDMRU, karena pemah terjadi gangguan dari pasukan liardi sepanjangSungai Rokan. Gangguan ini diduga berasal dari Tapanuli Selatan dan Sumatera Timur bagian selatan. Beberapa orang pengganggu dapat ditangkap dan dilucuti.
*
Dalam menjalankan tugas perjuangan dan tanggung jawab sebagai pimpinan P3 PDRl, suami saya tidak melupakan keluarga. Dalam perjuangan gerilya itu ia ingin mengetahuikeadaan saya bersama anakanak dan adik-adik.
Diutusnya Letnan Pieter Simorangkir agar menjenguk keluarga di Sibolga. Keberangkatannya disertai Kopral Domitian Pandjaitan menuju Rao dulu, lalu dengan berjalan kaki menuju Sibolga yang telah diduduki Belanda. Keduanya berhasil tiba di sana, dan atas bantuan anggota Sektor IV Sub Teritorial VII dapat menyusup pada malam hari. Berhasillah kedua orangitu menemui saya sekeluarga dan ayah saya. Kami salingmenceritakan keadaan masing-masing. Pesan dari suami saya disampaikan, dan saya pun menyampaikan pesan. Saya dengar dari Domitian Pandjaitan,. bahwa suami saya khawatir kalau kalau saya dan anak-anak dicegat oleh pasukan liar di Sipirok atau Angkola. Pasukan yang dikenal dengan sebutan Harimau Liar ini sering mencegat pengungsi, merampok dan membunuh pula. .
Malam itu juga kedua utusan suami saya kembah menuju Riau. Saya merasa lega bahwa suami saya nantiakan mendengar dari tangan pertama tentang keselamatan kami sekeluarga. Setiap hari, bahkan boleh dikatakan setiap saat, saya selalu berdoa bagi keselamatannya.
Saya dapat membayangkan betapa senanghatinya setelah mengetahui saya dan anak-anak berada di rumah ayah saya. Tentu ia akan lebih bersemangat dah menggunakan seluruh kemampuannya untuk menjalankan tugas negara.
*
Pada suatu hari penduduk Bagansiapi-api menemukan banyak selebaran. Bunyinya:
"Barang siapa yangdapat menangkap Kapten D.I. Pandjaitan, hidup atau mati, bagi mereka yang menyerahkannya akan diberikan hadiah S$ 10.000 (sepuluh ribu Straits Dollars).
Selebaran itu dibawa oleh pedagang-pedagang yang mudik dari Bagansiapi-api dan diserahkan kepada suami saya di Rantau Kopar. Juga salah seorang kerabat Sersan Mayor Bungsu yang datang dari Bagansiapi-api memberikan selebaran seperti itu.
Dalam pada itu hubungan P3 PDRI dengan Wedana Bagansiapiapi B. Hutagalung, melalui perantaraan Cu Sang dan isterinya, semakin lancar. Dengan demikian rencana gerakan pasukan Belanda dapat diketahui lebih dulu oleh suami saya.
Menurut berita terakhir yang disampaikan Wedana Hutagalung melalui isteri Cu Sang, tentara Belanda telah mengadakan persiapan untuk menyerang pangkalan P3 PDRI di Rantau Kopar, bahkan telah mendatangkan bala bantuan ke Bagansiapi-api, juga beberapa kapal patroli dan perahu pendarat.
Berdasarkan berita itu suami saya mengadakan rapat dengan stafnya. Keputusan yang diambil: pertama, pos komando Rantau Kopar dikosongkan, semua anggota dan barangpindah ke Lubuk Bendahara; kedua, gudang segera dibakar agar nanti tidak digunakan oleh Belanda sebagai pos penjagaan.
Semua anggota naik ke atas perahu bermotor. Barang-barang termasuk kain-kain yang baru masuk ke dalam gudang diambil dan dipunggah ke dalam sampan besar, selanjutnya oleh penjaga gudang, Nurmin, diungsikan melalui anak sungai ke kampung-kampung di pedalaman. Gudang yang telah kosong segera dibakar.
Memang benar berita yang diterima dari Wedana Hutagalung, dan benar pula keputusan yang diambil oleh suami saya untuk nengevakuasikan pos komando dan membakar gudang, karena esok paginya tiba-tiba datang empat kapal patroli Belanda. Mula-mula dua kapal patroli menembak-nembak ke arah gudang yang sudah ludes, kemudian sebuah kapal melalui Rantau Kopar menuju hulu. Selanjutnya dua buah perahu pendarat merapat ke tepi, dan nendaratlah serdadu-serdadu Belanda. Mereka menemukan Rantau Kopar yang sudah kosong dan gudang yang sudah hangus.
Dalam usaha meloloskan diri dari kejaran serdadu Belanda, suami aya dan teman-temannya masuk ke dalam hutan. Karena kecapaian nereka tertidur. Dalam tidur itu suami saya bermimpi: neneknya yang udah lama wafat datang menghampiri dan berkata, "Hei, kenapa engkau tidur! Lekas bangun, Belanda mau datang ke sini!"
Suami saya terjaga, lalu mengajak teman-temannya segera pergi. benar juga, beberapa saat kemudian sekawanan serdadu Belanda latang mengejar. Dua orang prajurit kita yang tinggal, bersembunyi di balik batang pohon besar yang tumbang. Selagi bertiarap, jantung mereka berdenyut keras, karena dari balik batang pohon itu tampak sepatu serdadu-serdadu musuh yang melangkah tak jauh dari tempat persembunyian. Untung, serdadu-serdadu Belanda itu seperti buta. begitu musuh lewat, kedua prajurit kita lari pontang-panting menyusul komandannya.
*
Di Lubuk Bendahara suami saya mengadakan rapat konsolidasi, dan memutuskan untuk memindahkan jalur pengangkutan perbekalan ari Jalur ke Jalur 11, yaitu melalui Sungai Kampar Kiri, menuju hilir dan membuat ancer-ancer pos komando di Lipat Kain, termasuk daerah DMRS, RiauSeiatan. Jalur penyelundupan ke Singapura juga berubah, yaitu dari Lipat Kain menuju Pelalawan, Penyalai, Tanjung Batu, dan Singapura.
Untuk melancarkan keputusan itu, berangkatlah CuSang, isterinya, dan Sumihar Siagian berjalan menuju Rokan membawa sisa candu terakhir sebanyak 30 kilogram. Selanjutnya ke Sibaling, Batu Besurat, Muara Mahat, Tanjung Belit, dan melalui hutan rimba menuju Kutu di Riau Selatan, akhimya ke Lipat Kain. Kota kecil ini pemah diserang Belanda dari arah Tratak Buluh, namun tidak mendudukinya. Begitu mengetahui dari laporan penduduk setempat bahwa Lipat Kain sangat rawan, mereka berhenti di desa Langgam yang terletak di tepi sungai. Kemudian mendengar lagi dari penduduk bahwa Pelalawan sudah diduduki Belanda.
Demi terlaksananya tugas, atas permintaan sendiri isteri Cu Sang berangkat menuju Pelalawan membawa candu, meskipun hanya sebagian dari 30 kilogram semula. la naik sampan, dan di Pelalawan bergabung bersama pedagang-pedagang menuju Penyalai dengan menumpang perahu bermotor. la baru tiba di Tanjung Batu malam hari.
Malam itu Belanda tiba-tiba saja mengadakan penggeledahan di Tanjung Batu. Ny. Cu Sang terpaksa duduk merunduk di bawah rumpun pisang sepanjang ma!am. Setelah subuh barulah ia berani keluar dari persembunyian dan menuju ke arah deretan pertokoan di dalam kota. Sebuah dapur di belakang toko-toko itu kebetulan sudah terbuka pintunya. Ny. Cu Sangmendekat, dan dengan berbahasa Tionghoa ia minta perlindungan. Pemilik toko mau menerimanya dan menyembunyikannya. Bahkan pemilik toko itu mengusahakan keberangkatan Ny. Cu Sang ke Singapura dengan membekali suratsurat yang diperlukan.
lsteri Cu Sang yang pemberani itu tiba di Singapura dengan membawa candu dagangannya. la pun berhasil kembali ke Lipat Kain dengan membawa barang-barang, namun tidak dapat membawa senjata. Kepulangannya tidak melalui Pelalawan, tetapi malahan menembus blokade Belanda, yaitu melaluiRantau Kopar, lalu menuju Lubuk Bendahara.
klik ke dftar isi