Masalah pengintegrasian dalam ke APRIS ini tentu saja ada, yaitu masalah demobilisasi. Semula jumlah personel TNI, KNIL dan BPNST mencapai 31.000 orang, sedangkan menurut ketentuan jumlahnya dibatasi hanya sampai 15.000 orang, yang berarti harus menyalurkan tenaga kerja sebanyak 16.000 orang. Memang sudah ada yang disalurkan menjadi pegawai negeri, ada yang menjadi pegawai perkebunan, bahkan ada yang ingin kembali menjadi pedagang atau petani. Namun, ada juga yang memilih menjadi gercmbclan pengacau keamanan. Di antara mereka ini ada yang terdorong karena kecewa atas hasil Konferensi Meja Bundar dan tidak bersedia menerima KNIL dan BPNST. Mereka yang memisahkan diri dan membentuk gerombolan sendiri itu antara lain gerombolan pimpinan 5aragih Ras di Sipiongot, gerombolan pimpinan Simarmata di 5imalungun, gerombolan pimpinan Pantok Ginting di Tanah Karo, ian beberapa lagi yang bergerak di Langkat, Deli Serdang dan Aceh fimur.
Untuk mengatasi gangguan kean1anan itu Panglima dan Kepala Staf nemerintahkan kepada suami saya selaku Perwira Operasi untuk nerencanakan penanggulangannya. Dalam rangka pengamanan itulah uami saya mengeluarkan surat perintah kepada Batalyon Bejo untuk menumpas gerombolan pengacau yang mengganggu wilayah Sipiongot. Tugas itu dilakukan oleh Mayor Bejo dan pasukannya dengan hasil baik.
Operasi lain yang dilancarkan atas koordinasi Staf Operasi TTSU dan berhasil baik adalah: Operasi Sihar Hutauruk, Operasi Sumatera imur I, II dan Ill, Operasi Terra Incognita I dan II, Ekpedisi Aceh Barat, Operasi Tapanuli Selatan.
Dalam pada itu Komando TTSU diubah namanya menjadi Komando Tentara dan Tentorium I Bukit Barisan. Karena wilayah komandonya menjadi aman, bahkan dinilai paling aman diseluruh Indonesia, Komando TT 1 Bukit Barisan mampu mengirimkan pasukan-pasukannya untuk membantu memulihkan keamanan di daerah-daerah lain. Batalyon Nokov Bangun bertugas ke Jawa Tengah untuk ikut menumpas pemberontakan DI/TII; Batalyon Malau, Batalyon Bejo, Batalyon Pagaruyungdan Batalyon Tengku Ja'far ditugaskan ke Jawa Barat untuk menumpas pemberontakan DI Kartosuwiryo. Selanjutnya menyusul pengiriman pasukan ke Jawa Barat dalam rangka ikut menumpas pemberontakan DI/TII ialah Batalyon Raja Syahnan, Batalyon Henry Siregar, Batalyon Nurmatias, Batalyon Teuku Manyak, dan Batalyon Nya' Adam Kamil. Dikirimkan pula pasukan ke Maluku untuk menghancurkan pemberontakan "Republik Maluku Selatan" (RMS) yaitu Batalyon Wiji Alfisah, Batalyon Nip. Xarim, Batalyon Burhanuddin, Batalyon A.J.W. Aipassa, Batalyon Hassan Saleh, dan Batalyon Bisara Sinaga. Adapun pasukan yang ditugaskan ke Sulawesi Selatan untuk menumpas pemberontakan Kahar Muzakkar ialah Batalyon Manaf Lubis, Batalyon Ulung Sitepu, Batalyon Alamsyah, Batalyon Yusuf Ali, dan Batalyon Johan.
Karena Kolonel Kawilarang diangkat menjadi Panglima Operasi Pasukan Ekspedisi ke Indonesia Timur untuk menumpas pemberontakan pasukan Andi Azisdi Makasar, Komando TT1 Bukit Barisan beralih ke tangan Kolonel Maludin Simbolon. Luas Komando TT I pun bertambah, meliputi Karesidenan Aceh, Sumatera Timur, Tapanuli, Sumatera Barat, dan Riau. Dalam susunan Staf Komando baru ini suami saya tetap menjabat sebagai Kepala Bagian Operasi, bahkan merangkap sebagai Kepala Bagian II/Organisasi, karena Kapten Alwin Nurdin sebagai Kepala Bagian II dipindahkan ke Jakarta.
*
Di antara kesibukan sehari-hari, pada tanggal 6 Mei 1951 pukul 05.00 saya melahirkan anak laki-laki di rumah sakit St. Elizabeth, Medan. Rumah sakit tempat saya melahirkan itu hanya berjarak kira-kira 400 meter dari rumah dinas.
Salomo Pandjaitan, itulah nama yang diberikan oleh suami saya kepada anak ketiga. Sungguh bahagia kami sekeluarga, anak laki-Iaki kami ini lahir setelah ayahnya berjuang dan menunaikan tugas yang sangat berbahaya selama agresi militer Belanda Kedua, kemudian menunaikan tugas penting dalam rangka konsolidasi tubuh Komando TTS dan Komando TT I Bukit Barisan.
Mungkin pelaksanaan berbagai tugas yang dilakukan suami saya dinilai berhasil oleh atasan, sehingga diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Tentara dan Teritorium II Sriwijaya, dan pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor.
Sebelum pindah ke Palembang ia telah menyelesaikan perencanaan pembuatan lambang Komando TT I Bukit Barisan. Bersama Kapten Alwin Nurdin dan atas perintah Panglima Kolonel Maludin Simbolon, ia mencoba meramu tradisi perjuangan dan kepribadian korps Bukit Barisan. Direnungkannya pula warna alam di sekitar wilayah perjuangan gerilya di hutan-hutan dan lereng-lereng Bukit Barisan, dan persatuan yang terjalin antara TNI dan rakyat pedesaan. Setelah dibicarakan bersama dengan Kapten Alwin Nurdin, maka pegunungan Bukit Barisan dianggap merupakan lambang yang paling tepat. Dibayangkan pula lima puncak bukit, yang selain melambangkan Pancasila, juga mewakili lima daerah dalam lingkungan Komando TT I, yaitu Aceh, Sumatera Timur, Tapanuli, Riau dan Sumatera Barat. Lambang itu akhimya berbentuk perisai sebagai lambang pertahanan, lima bukit berwama merah, dua di kanan dan dua di kiri, sedangkan bukit yang terletak di tengah lebih tinggi.
Adapun lima bukit di kanan, kiri dan tengah itu melambangkan lima brigade, yaitu Brigade AA di Aceh, Brigade BB di Sumatera Timur, Brigade CC di Tapanuli, Brigade DO di Riau, dan Brigade EE di Sumatera Barat. Bukit-bukit yang berwarna merah melambangkan keberanian membela kemerdekaan bangsa dan negara. Latar belakang berwarna biru sebagai lambang kesetiaan diantara sesama prajurit. Pada bagian atas perisai terdapat pelangi, dengan warna dasar hijau ydng berarti kemakmuran dan kesuburan tanah air.
Rencana lambing TT I Bukit Barisan tersebut diserahkan oleh suami saya kepada Kepala Staf, dan setelah dibicarakan, gambar pelangi diganti menjadi gambar padi dan kapas yang melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Warna bukit diganti dengan wama biru, dan latar belakang menjadi merah.
Panglima TT 1 menyetujui lambang tersebut, dan Kepala Staf Angkatan Darat pun memberikan persetujuan lewat surat keputusan tanggal 21 Juni 1951. Sejak hari itu pula semua prajurit di lingkungan TT I menggunakan lencana itu, bahkan hari itu ditetapkan sebagai Hari Jadi TT I Bukit Barisan.
Untuk membangkitkan semangat juang para prajurit ditetapkan pula semboyan perjuangan: "Patah Tumbuh Hilang Berganti".
Klik ke Daftar Isi
Untuk mengatasi gangguan kean1anan itu Panglima dan Kepala Staf nemerintahkan kepada suami saya selaku Perwira Operasi untuk nerencanakan penanggulangannya. Dalam rangka pengamanan itulah uami saya mengeluarkan surat perintah kepada Batalyon Bejo untuk menumpas gerombolan pengacau yang mengganggu wilayah Sipiongot. Tugas itu dilakukan oleh Mayor Bejo dan pasukannya dengan hasil baik.
Operasi lain yang dilancarkan atas koordinasi Staf Operasi TTSU dan berhasil baik adalah: Operasi Sihar Hutauruk, Operasi Sumatera imur I, II dan Ill, Operasi Terra Incognita I dan II, Ekpedisi Aceh Barat, Operasi Tapanuli Selatan.
Dalam pada itu Komando TTSU diubah namanya menjadi Komando Tentara dan Tentorium I Bukit Barisan. Karena wilayah komandonya menjadi aman, bahkan dinilai paling aman diseluruh Indonesia, Komando TT 1 Bukit Barisan mampu mengirimkan pasukan-pasukannya untuk membantu memulihkan keamanan di daerah-daerah lain. Batalyon Nokov Bangun bertugas ke Jawa Tengah untuk ikut menumpas pemberontakan DI/TII; Batalyon Malau, Batalyon Bejo, Batalyon Pagaruyungdan Batalyon Tengku Ja'far ditugaskan ke Jawa Barat untuk menumpas pemberontakan DI Kartosuwiryo. Selanjutnya menyusul pengiriman pasukan ke Jawa Barat dalam rangka ikut menumpas pemberontakan DI/TII ialah Batalyon Raja Syahnan, Batalyon Henry Siregar, Batalyon Nurmatias, Batalyon Teuku Manyak, dan Batalyon Nya' Adam Kamil. Dikirimkan pula pasukan ke Maluku untuk menghancurkan pemberontakan "Republik Maluku Selatan" (RMS) yaitu Batalyon Wiji Alfisah, Batalyon Nip. Xarim, Batalyon Burhanuddin, Batalyon A.J.W. Aipassa, Batalyon Hassan Saleh, dan Batalyon Bisara Sinaga. Adapun pasukan yang ditugaskan ke Sulawesi Selatan untuk menumpas pemberontakan Kahar Muzakkar ialah Batalyon Manaf Lubis, Batalyon Ulung Sitepu, Batalyon Alamsyah, Batalyon Yusuf Ali, dan Batalyon Johan.
Karena Kolonel Kawilarang diangkat menjadi Panglima Operasi Pasukan Ekspedisi ke Indonesia Timur untuk menumpas pemberontakan pasukan Andi Azisdi Makasar, Komando TT1 Bukit Barisan beralih ke tangan Kolonel Maludin Simbolon. Luas Komando TT I pun bertambah, meliputi Karesidenan Aceh, Sumatera Timur, Tapanuli, Sumatera Barat, dan Riau. Dalam susunan Staf Komando baru ini suami saya tetap menjabat sebagai Kepala Bagian Operasi, bahkan merangkap sebagai Kepala Bagian II/Organisasi, karena Kapten Alwin Nurdin sebagai Kepala Bagian II dipindahkan ke Jakarta.
*
Di antara kesibukan sehari-hari, pada tanggal 6 Mei 1951 pukul 05.00 saya melahirkan anak laki-laki di rumah sakit St. Elizabeth, Medan. Rumah sakit tempat saya melahirkan itu hanya berjarak kira-kira 400 meter dari rumah dinas.
Salomo Pandjaitan, itulah nama yang diberikan oleh suami saya kepada anak ketiga. Sungguh bahagia kami sekeluarga, anak laki-Iaki kami ini lahir setelah ayahnya berjuang dan menunaikan tugas yang sangat berbahaya selama agresi militer Belanda Kedua, kemudian menunaikan tugas penting dalam rangka konsolidasi tubuh Komando TTS dan Komando TT I Bukit Barisan.
Mungkin pelaksanaan berbagai tugas yang dilakukan suami saya dinilai berhasil oleh atasan, sehingga diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Tentara dan Teritorium II Sriwijaya, dan pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor.
Sebelum pindah ke Palembang ia telah menyelesaikan perencanaan pembuatan lambang Komando TT I Bukit Barisan. Bersama Kapten Alwin Nurdin dan atas perintah Panglima Kolonel Maludin Simbolon, ia mencoba meramu tradisi perjuangan dan kepribadian korps Bukit Barisan. Direnungkannya pula warna alam di sekitar wilayah perjuangan gerilya di hutan-hutan dan lereng-lereng Bukit Barisan, dan persatuan yang terjalin antara TNI dan rakyat pedesaan. Setelah dibicarakan bersama dengan Kapten Alwin Nurdin, maka pegunungan Bukit Barisan dianggap merupakan lambang yang paling tepat. Dibayangkan pula lima puncak bukit, yang selain melambangkan Pancasila, juga mewakili lima daerah dalam lingkungan Komando TT I, yaitu Aceh, Sumatera Timur, Tapanuli, Riau dan Sumatera Barat. Lambang itu akhimya berbentuk perisai sebagai lambang pertahanan, lima bukit berwama merah, dua di kanan dan dua di kiri, sedangkan bukit yang terletak di tengah lebih tinggi.
Adapun lima bukit di kanan, kiri dan tengah itu melambangkan lima brigade, yaitu Brigade AA di Aceh, Brigade BB di Sumatera Timur, Brigade CC di Tapanuli, Brigade DO di Riau, dan Brigade EE di Sumatera Barat. Bukit-bukit yang berwarna merah melambangkan keberanian membela kemerdekaan bangsa dan negara. Latar belakang berwarna biru sebagai lambang kesetiaan diantara sesama prajurit. Pada bagian atas perisai terdapat pelangi, dengan warna dasar hijau ydng berarti kemakmuran dan kesuburan tanah air.
Rencana lambing TT I Bukit Barisan tersebut diserahkan oleh suami saya kepada Kepala Staf, dan setelah dibicarakan, gambar pelangi diganti menjadi gambar padi dan kapas yang melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Warna bukit diganti dengan wama biru, dan latar belakang menjadi merah.
Panglima TT 1 menyetujui lambang tersebut, dan Kepala Staf Angkatan Darat pun memberikan persetujuan lewat surat keputusan tanggal 21 Juni 1951. Sejak hari itu pula semua prajurit di lingkungan TT I menggunakan lencana itu, bahkan hari itu ditetapkan sebagai Hari Jadi TT I Bukit Barisan.
Untuk membangkitkan semangat juang para prajurit ditetapkan pula semboyan perjuangan: "Patah Tumbuh Hilang Berganti".
Klik ke Daftar Isi