eBook 10-1 Lambang Bukit Barisan

X. LAMBANG BUKIT BARISAN

* Kepala Bagian Operasi dan Organisasi

* Integrasi satuan-satuan ke dalam APRIS

* Kirim pasukan keamanan ke daerah lain

* Patah Tumbuh Hilang Berganti

Kegagalan niat Belanda hendakmenghapus Republik Indonesiamelalui  serangan langsung ke Yogya tanggal 19 Desember 1948, lagi pula  dengan lahimya resolusi Konferensi Asia mengenai Indonesia di New  Delhi dalam bulan April 1949 yang menyerukan supaya pasukan  Belanda ditarik mundurdari wilayah Rl, ditambah pula dengan resolusi  Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yangjugamenyerukan  agar wilayah RI yang diduduki Belanda segera dikembalikan, telah  memaksa Belanda menyetujui diumumkannya gencatan senjata. Untuk  wilayah Sumatera gencatan senjata diberlakukan mulai tanggal 14  Agustus 1949.

Pada awal Desember1949 suami saya berangkat dari Rantau Kopar  menuju Rao, untuk menyampaikan laporan kepada Panglima Komando  TTS Kolonel Hidayat tentang pelaksanaan tugas dan pertanggung jawabannya selaku pimpinan P3 PDRI. Laporanmengenai tugas P3 PDRI juga diiaporkan kepada Ketua PDRI Mr. Syafruddin  Prawiranegara.
Dalam pertemuannya dengan PanghmaSumatera telah diisyaratkan  oleh Koionel Hidayat bahwa tugas suami saya akan dipindahkan ke  Komando Tentara dan Teritorial Sumatera Utara.

  Setelah melapor, ia minta izin hendak menengok keluarga di Sibolga.  Maka pagi-pagi berikutnya ia bertolak menuju Sibolga melalui Padang Sidempuan.

  Di rumah Ayah, kami bertemu dengan penuh sukacita. Masing masing dalam keadaan sehat tak kurang suatu apa, apalagi  pertemuan kembali itu terjadi dalam suasana penuh kebanggaan  setelah menunaikan perjuangan berat mempertahankan kemerdekaan negara.

Suami saya hanya sebentarberada diSibolga, karena akan menyertai  Letnan Kolonel A.E. Kawilarang menuju Medan. Disana akan diadakan  pengambilaiihan kekuasaan dari tangan Belanda.
Sebelum menuju Medan, ia hendak mengadakan perpisahan dengan  rakyat Rantau Kopar dan Sidinginan yang selama itu membantu  kelancaran tugas pimpinan P3 PDRI. Pertama-tama diadakan likuidasi  P3 PDRI, dan menyerahkan semua asetkepada Komando SubTentorial  V/ Riau di Rokan.
Pesta perpisahan dengan penduduk Rantau Kopar dan Sidinginan  diselenggarakan pada tanggal13 Oesember 1949malam diSidinginan,  dalamsuasana menyambut tahun baru 1 Januari 1950. Sungguh terharu  hati suami saya berpisah dengan rakyat setempat, khususnya dengan  Kepala Desa serta para pemuka masyarakat. Oalam pidato perpisahannya, ia menyerukan kata-kata terakhir: "Rantau Kopar rimba kemenangan! Sidinginan kota kemenangan! Merdeka! Merdeka! Merdeka!"

Malam itu juga ia meninggalkan Sidinginan menuju Ujung Batu.  Oari sana dilanjutkan dengan berjalan selama dua hari menuju Pekan  Baru. Barulahdari Pekan Baru ia dapat menggunakan pesawat terbang  menuju Medan. Stafnya dalam P3 PDRI menyusul pula ke Medan.  Adapun Mr. ZainalZinurkembali ke Rao untukmenyampaikan laporan  kepada Panglima Sumatera.
Akan halnya Cu Sang dan isterinya Sui Cu alias Halimah masih  tinggal di Sidinginan, dan kemudian akan kembali ke Bagansiapi-api.  suami dan isteri sebagai tokoh penyelundup yang berjasa bagi  perjuangan bangsa ini telah menerima ucapan terima kasih dan  penghargaan darisuamisaya. Di kemudian hari sepasang suami isteri  ini mendapat anugerah gelar kehormatan Veteran Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia.

*

Sebagai akibat dari Perjanjian Konferensi Meja Bundar, terbentuklah  Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) dengan TNl  sebagai intinya. KNIL (Tentara Hindia Belanda) dibubarkan, begitu  pula Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur (BPNST) bentukan  Belanda. Keduanya dimasukkan ke dalam APRIS. Adapun penyerahan  kedaulatan oleh Belanda kepada Rl untuk wilayah Sumatera khususnya  akan dilakukan pada tanggal 27 Desember1949. Untuk mempersiapkan  penyerahan kedaulatan itu telah datang di Medan pada tanggal 13  Desember Sultan Hamengku Buwono IX yang menjabatsebagai Menteri  Pertahanan RlS dan juga sebagai Koordinator Keamanan Panitia  Persiapan Nasional, Kepala Staf Angkatan Darat Kolonel A.H. Nasution,  dan Panglima TTS Kolonel Hidayat. Salah satu keputusan yang diambil  ialah mengangkat Letnan Kolonel A.E. Kawilarang menjadi Komandan  Tentara dan Teritorium Sumatera Utara (TTSU), dan menaikkan  pangkatnya menjadi Ko1onel.

Dengan terbentuknya Komando TTSU dengan komandannya  ~olonel Kawilarang, disusun pula Staf Komando, yang terdiri dari  Mayor M.M.R. Kartakusuma sebagai Kepa1a Staf, Mayor M. Lumban  Tobing sebagai Kepala Bagian 1, Kapten 0.1. Pandjaitansebagai Kepala  Bagian II/Operasi, Letnan I Alwi Nurdin sebagai Kepa1a Bagian III/  Organisasi.

Setelah Komando TTSU terbentuk, secara berangsur-angsur  pasukan TNI mulai tanggal23 Desember 1949 memasukikota Medan.  Pada tanggal 27 Desember 1949 secara resmi dilakukan penyerahan  kekuasaan dari Belanda kepada RI, dari Komandan Tentara Belanda  Mayor Jenderal P. Scholten kepada Komandan TTSU Kolonel A.E. Kawilarang. Diserahkan pula markas tentara Belanda, yang selanjutnya  menjadi Markas Komando TTSU, dan yang sekarang menjadi Museum  Perjuangan Komando Daerah Militer 1 Bukit Barisan.

Sebagai perwira yang bertugas sebagai Kepala Bagian Operasi dalam  Komando TTSU, suami saya bertanggung jawab atas: pertama,  pemasukan pasukan TNI ke dalam kota Medan dan kota-kota di  wilayah Sumatera Timur; kedua, operasi pengamanan terhadap  pengacau keamanan; ketiga, hubungan TNI dengan KNIL; dan  keempat, pengamanan lalu-lintas darat, laut dan udara. Semua kegiatan  itu dilakukan dengan koordinasi yang efekti£ dengan para Kepala'  Bagian dalam Staf Komando TTSU. Konon, banyaknya tugas yang  diserahkan kepada suami saya memang berhubungan erat dengan  pilihan Kolonel Hidayat dan Kolonel A.E. Kawilarang sebelumnya  terhadap suami saya agar memegang jabatan Kepala Bagian Operasi.

Pada akhir Januari 1950 di rumah Ayah di Sibolga saya menerima  surat dari suami, yang memberitakan agar saya dan anak-anak  mempersiapkan diri untuk berangkat ke Medan, yaitu pada hari hila  iring iringan kendaraan Kolonel Kawilarang singgah diSibolga. Karena  tugasnya, suami saya tidak dapat menjemput ke Sibolga.

Benar juga, beberapa hari kemudian Kolonel Kawilarang singgah  diSibolga, sengaja menjemput saya, untuk segera berangkat ke Medan.  Kami memang sudah bersiap-siap, bahkan sudah memesan sebuah  mobil. Setelah tiba saatnya mobil kami bergabung dengan iring-iringan  Kolonel Kawilarang. Mobil kami ditempatkan di tengah, demi menjaga  keamanan, karena waktu itu sering terjadi gangguan pencegatan yang  dilakukan oleh gerombolan liar bekas laskar Harimau Liar. Kolonel  Kawilarang sangat baik sikapnya, bahkan saya diberi kesempatan  singgah di Tarutung dan Tambunan serta Balige untukberpamitan dari  sanak keluarga.

Kami tiba dengan selamat di Medan, langsung menuju Grand Hotel tempat suami saya menginap.  Setelah beberapa hari tinggal di Medan, saya mengetahui betapa  berat tugas suami saya dalam usaha penggabungan unsur-unsur KNIL  dan Barisan Pengawal Sumatera Timur (BPNST) ke dalam TNI sebagai  inti APRIS.

Sesuai dengan kebijaksanaan Panglima, dalam menyusun pimpinan  komando Brigade Sumatera Timur sengaja ditunjuk Kolonel Jomat  Purba, bekas komandan BPNST. Namun demikian, wakil komandan  yang ditunjuk ialah Mayor Natsir dari TNI, dan komandan brigade  adalah Mayor Wahab Makmur dari TNI juga. Demikian pula pada  pimpinanStafBrigadesemuanya dari TNI, sehingga komandonya dapat  dikendalikan oleh TNI. Kebijaksanaan Kolonel Kawilarang ini  diterapkan dengan baik oleh suami saya.

(klik u bersambung)