eBook 7-1 Merancang Penyeludupan Senjata

* Kujungan rahasia Hatta ke Singapura

* Mempersiapkan Logistik PDRI dan Gerilya

* istri prajurit: Siap hadapi bahaya

* Dengan pedati trobos gardu jaga Belanda

Kunjungan rahasia Hatta ke Sumatera Mempersiapkan logistik PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia 1948-1950 di Bukit Tinggi) dan gerilya lsteri prajurit: siap hadapi bahaya dengan pedati terobos gardu jaga Belanda Bulan-bulan terakhir tahun 1948 kita rnengalami suasana yang tegang danrnenggelisahkan, karena Belanda rnakin rnemaksakan kehendaknya untuk rnenghapus Republik Indonesia rnelalui berbagai cara. Blokade ekonorni oleh kapal-kapal perang Belanda kian ketat, selanjutnya Belandarnendirikan negara-negaraboneka yang bertujuan mengepung Republik Kesatuan 17 Agustus 1945. Dan pemberontakan PKI di Madiun, walaupu11 dapat ditumpas dalam waktu singkat, tentu diperhitungkan oleh Belanda sebagai faktor untuk lebih mempercepat niatnya menyerbu ke Yogya.

Dalam padai tu pengacauan yang dilakukan di beberapa tempat oleh sementara pasukan tertentu yang tidak puas akan adanya Re-Ra (Rekonstruksidan Rasionalisasi) masih berlanjut. Mudah sekali terjadi salah 57 paham antara sesama pasukan, bahkan menyulut bentrokan senjata.

Dalam kemelut yang tidak menentu itu Mayor M . Panggabean, Komandan Sektor IV Sub Teritorium VII Sumatera di Padangsidempuan, saat itu tunangan adik saya, dan di kemudian hari menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglirna Angkatan Bersenjata, tiba-tiba saja pada tanggal 10 September 1948 ditawan oleh sebagian pasukan bekas Brigade A yang menurut reneana akan dikembalikan ke masyarakat. Pasukan ini mula-mula menyerangmarkas Batalyon, lalu menawan Mr. A. Abbas (Komandan Komandemen), Mayor M. Panggabean, Kolonel P. Sitompul, Letnan Kolonel R. Siahaan, Mayor C. Rajagukguk, Kapten Daulay, Letnan P . Hasibuan, Letnan August Marpaung (di kemudian hari pemah menjadi Duta Besardi Australia), Letnan Sinta Pohan, Kapten M . Sinurat, Letnan Rivai Harahap, dan lebih dari dua puluh orang lainnya. Dan tiba-tiba pula pada tanggal 19 Desember 1948 setelah Yogya diserang oleh Belanda, Mayor M. Panggabean bebas.

Kehadiran Wakil Presiden Mohammad Hatta, yang juga berkedudukan sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan di Bukit Tinggi sungguh memberikan semangat dan manfaat dalam persiapan menghadapi serangan musuh. Maksud kunjungan Bung Hatta itu pertama-tama secara rahasia mempersiapkan pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PORI), yang bertujuan melanjutkan perjuangan pemerintah RI hila sewaktu-waktu Belanda menawan pimpinan pemerintah pusat. Kedua, menyiapkan logistik Komando Tentara dan Teritorium Sumatera (ITS) dan PORI, antara lain berupa candu yang diangkutdengan pesawat terbang dari Yogya. Dan ketiga, mendarnaikan dan menyelesaikan persengketaan antara laskar-laskar I setelah pengurnurnan Re-Ra (Rekonstruksi dan Rasionalisasi).

Sebagai tindak lanjut, Panglima Kornando TTS. Kolonel Hidayat mengeluarkan instruksi kepada suarni saya selaku Kepala Staf Umum IV/Supply Koma...11do Tentara TentoriumSumatera agar mengamankart dan mempersiapkan suplai dan logistik sesuai dengan keadaan terakhir dan kernungkinan pecahnya peranggerilya setelah Belandamenduduki kota-kota besar. Tugas itudilaksanakan oleh suamisaya; pertarna-tama rnernpersiapkan logistik yang bersifat mobil, yang mampu bergerak, berpindah-pindah, aktifdan efektif. Dipilihnya pula stafpembantunya 58 yang gesit dan siap bergerak cepathila terjadi serangan musuh ke Bukit Tinggi sebagai pusat pemerintahan Rl di Sumatera.

Dalam pada itu Mayor Akil Prawiradiredja segera menempati kedudukannya yang baru sebagai Kepala StafSubTeritorium V / Riau. Ia baru bisa hadir di Pekan Baru pada pertengahan bulan Oesember 1948 karena masih menyertai Kolonel A.E. Kawilarang yang telah diangkat sebagai Komandan Sub Teritorial VII yang sedang mengadakan perjalanan ke Tapanuli. Konon Kolonel Kawilarang sedang menyusun dan mempersiapkan perang wilayah, dengan pembagian sektor-sektor perlawanan gerilya, serta penyusupan ke daerah-daerah yang diduduki Belanda.

*

Serangan pasukan Belanda yang sudah diperhitungkan itu terjadipada hari Minggu tanggal 19 Oesember 1948. Pesawat-pesawat terbang Belanda pagi-pagi sudah mengebon1 lapangan terbang Maguwo dan kota Yogya. Selanjutnya Bukit Tinggi dan Pekan Baru dibomjuga.
Karena Presiden Sukarno dan W akil Presiden Mohammad Hatta ditawan oleh musuh, maka sesuai dengan rencana diumumkanlah berdirinya PORI di Sumatera di bawah pirr\pinan Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran dalam Kabinet Hatta. Mr. Syafruddin saatitu memang sudah berada di Sumatera. Hari Minggu tanggal 19 Oesember 1948 itu juga diumumkan berdirinya PORI melalui RRI Kotaraja, Aceh. Adapun susunan PORI adalah: Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai Ketua, merangkap Menteri Pertahanan, Penerangan dan Luar Negeri ad interim; Mr. T. Moehammad Hassan sebagai W akil Ketua, merangkap sebagai Menteri Oalam Negeri, Pendidikan dan Kebudayaan, dan Agama; Mr. S.M. Rasjid sebagai Menteri Keamanan, merangkap sebagai Menteri Sosial, Pembangunan, Pernuda dan Perburuhan; Mr. Lukman Hakim sebagai Menteri Keuangan, rnerangkap sebagai Menteri Kehakiman; Ir. Mananti Sitompul sebagai Menteri Pekerjaan Umum, merangkap sebagai Menteri Kesehatan; lr. lndracahya sebagai Menteri Perhubungan, rnerangkap sebagai Menteri Kemakmuran; dan Mardjono Oanubroto sebagai Sekretaris PORI. 59
Ketika pesawat-pesawat terbang Belanda mengebom Bukit Tinggi pagi itu pukul 09.20 suami saya sedang mengikuti rapat di markas Komando TTS. Rapatyang dipimpin oleh Kolonel Hidayat itu dihadiri Letnan Kolonel M.M.R. Kartakusuma, MayorS. Tjakradipura, Mayor Chairul Basri, Mayor Ahmad Tahir, Mayor Rambe, suamisaya, Kapten Hasnan Habib, Kapten Christoffel Sihombing, Kapten Djohan, Kapten A. Salim, Kapten Jusuf Romli, Kapten Islam Salim dan beberapa perwira lain.

Dua buah born jatuh menggelegar tepat di depan markas, di lapangan bola. Tak terbayangkan seandainya kedua bornitujatuh tepat mengenai markas, tempat semua anggota komando Sumatera sedang berkumpul. Seharisebelumnya, hariSabtu tanggal18 Desember, sudah ada pengumuman bahwa hari Minggu tanggal19 Desember itu tidak libur, bahkan pimpinan komando akan mengadakan rapat.

Dua buah born yang jatuh di lapangan itu menimbulkan lubang besar, dan pohon besar di tepi lapangan tumbang beserta akamya.

Kedatangan pesawat musuh di atas udara Bukit Tinggi pagi itu memang tidak terduga sama sekali; terbukti setelah bornjatuh meledak di depan markas Komando TTS barulah sirene tanda bahaya di atas menara jam gadang meraung-raung. Serangan udara itu disambut dengan rentetan tembakan balasan dari bawah. Hujan peluru dari atas takkunjung reda, namun tembakan daribawah tak kurang gencamya sehingga pesawat menjauh dan tak tampak lagi. Tetapi beberapa waktu kemudian pesawat itu datang lagi - mungkin setelah mengisi bahan bakar di Padang dan memuat bam dan peluru - menyerang BukitTinggi. Born-born berjatuhan lagi dan desingan serta rentetan peluru bagaikan merobek-robek selaput gendang telinga. Demikianlah pesawat musuh itu berulang-ulang kembali menyerang. ·

Ketika pesawat musuh sedang tidak berada di atas Bukit Tinggi, Kolonel Hidayatmelalui pengeras suara mengeluarkan perintah agar semua anggota Komando TTS keluar dari kota untuk berkumpul di Mandiangin, sebuah kampung di pinggirkota dekatlapangan terbang Gadut. Sejak saat itu juga semua pasukan beserta peralatan dan perlengkapan yang penting bergerak menuju Mandiangin. Serangan 60 dari udara yang berlangsung berulang-ulang baru reda kira-kira pukul16.30.

*
Pengungsian perlengkapan dan peralatan ke Mandiangin selesai juga petang itu. Suami saya memerlukan pulang ke rumah sebentar untuk berpamitan dengan kami sekeluarga dan memberikan petunjuk seperlunya. la pulang membawa beras satu goni dan garam tiga kilogram.
Dengan suara yangjelas suami saya berkata: "Saya dan karni prajurit mau bergerilya. Tinggallah engkau sebagai ibu di sini beserta anakanak dan adik-adik. Pandai-pandai menjaga diri dan anak-anak."

"Ke mana bergerilya?" tanya saya.

"Belum tahu ke mana, tapi ke hutanlah," jawabnya.

"Berapa lama?" saya ajukan pertanyaan lagi.

"Bisa satu bulan, bisa satu tahun, bahkan bisa sepuluh tahun," sahutnya.

Mendengar jawabannya itu saya merasa bingung dan sedih.
Tetapi suami saya segera memberi kekuatan batin: "Tidak usah khawatir dan takut. Tuhan beserta kita." Meskipunsaya telah diberijawaban yang meyakinkan bahwa Tuhan pasti melindungi harnba-Nya yang benar dan yang berjuang derni keadilan, namun saya juga masih sempat bertanya: "Siapa yang menemani kami di sini?"

Sekali lagi suami saya dengan suara yang pasti berucap: "Tuhan adalah ternan yang menyertai kalian."

Sebelum berangkat ke medan gerilya, ia berpesan agar saya dapat mempergunakan beras dan garam itu sebaik mungkin, karena dalan1 masa perang beras dan garam lebih berharga daripada ernas. "Selamat tinggal," ucapnya sesaatrnelangkahkankaki keluarrumah menuju rnedan pengabdian. Saatitu di kota BukitTinggi dilakukan burni hangus, karena rakyat tak sudi dan tak rela menyerahkan kotanya kepada musuh. Asap mengepul di mana-mana.

Datanglah pemilik hotel dekat rumah, yanl menyarankan agar saya dan keluarga pmdah ke rumah saudara pemilil hotel itu, kira-kira 300 meterjauhnya dari rumah tempat tinggal kamj Saran itu disertai pertimbangan agar kami dapat tinggal dirumah yan diperkirakan lebih aman, karena letaknya di tanah yang melereng dal dekat sawah, tersisih dari jalan besar. Saran itu saya terima. Sebaga isteri prajurit saya siap rnenghadapi keadaan.
Maka mengungsilah kam berlima, yaitu saya, anak pertama, anak kedua yang masih bayi merali adik saya Matiur (tunangan M. Panggabean) dan adik saya yang laii Ida (yang di kemudian harirnenjadi Ny. O.B. Siahaan) kerumah saudari pemilik hotel.

(klik untuk melanjutkan)